Halaman

Rabu, Maret 28, 2012

Parents and Children


At 07:04 am – Seperti biasa, jam segitu gue sudah standby di kamar untuk mengerjakan beberapa tugas dan kewajiban yang tertunda. Namun aktivitas gue malam itu sedikit terganggu setelah membaca SMS dari teman yang masuk di ponsel gue.

From : Oppa.
Kadang hidup q membingungkan, . . . mrk yg salah apa q yg salah q tx tahu.
Apakah memperlakukan q dg if’al khadha la taf’al khadha itu benar terhadap q.
Bukan begitukan?
Q jg punya pikiran punya rumusan, so hargai pendapat q, bukanya meperlakukan aku
seperti anak kecil . . . knp? Pa q masih seperti anak kecil? Xlw ortu seperti ni semua,
bagaimana indonesia mw maju, wg anak2 aja kena tekanan terus.

“Duarrrrrr” gue seperti disambar petir membaca SMS tersebut. Oppa adalah teman baik gue 
sejak SMA. Dia sering gue panggil Oppa, karena memang sifatnya seperti Oppa yang selau memberi sudut pandang dewasa di setiap permasalahan yang gue curhatin ke dia. Dari SMS yang cukup panjang itu, gue dapat menyimpulkan bahwa ternyata, selama ini hidup Oppa tertekan oleh sederet aturan dan perintah yang konyol. Ia juga merasa tidak nyaman dengan orang tuanya yang selalu memperlakukan dia seperti anak kecil dan selalu mengatur. Padahal, Oppa sudah merasa cukup dewasa untuk menentukan jalan hidupnya sendiri.

Selama ini, gue tidak pernah melihat Oppa punya masalah dengan orang tuanya. Dia juga bukan orang yang tidak berbakti pada orang tua. Singkatnya, Oppa itu teman yang paham bagaimana dia harus bersikap pada orang lain, apalagi kepada keluarganya. Tapi malam itu gue agak terkejut karena sepengetahuan gue, Oppa termasuk salah satu aktifis di sekolah. Gue tahu betul bagaimana sibuknya jadi seorang aktifis sekolah, sebagian besar waktu kita mungkin akan tersita untuk kegiatan di luar rumah. Setiap hari harus pulang sore, bahkan ketika libur kita masih harus datang ke sekolah.

Melakukan semua itu tentu tidak mudah. Terkadang ketika kita harus pulang sore, kita justru sering merasa iri dengan teman-teman yang pulang sekolah pada jam normal. Jika semua itu tidak diimbangi dengan dukungan keluarga tentu semua akan semakin terasa berat. Sayangnya Oppa dan gue hidup di lingkungan yang kurang beruntung. Katakanlah orang tua kami hanya sebatas lulusan MI/SD, mungkin inilah yang memicu terjadinya perbedaan antara anak dan orang tua. Terutama perbedaan dalam pola pikir.

Para orang tua yang kurang sadar akan perkembangan zaman, mereka akan masih cenderung berpikir “sekolah sudah cukup hanya dengan mengikuti pelajaran saja, masalah ekstrakulikuler atau kegiatan lainya itu tidak penting”. Bahkan yang lebih parah lagi ada orang tua yang membandingkan zaman sekarang dengan zaman mereka dulu. Bayangkan saja, apakah kita harus pergi ke sekolah dengan sandal jepit? Atau kita harus ke sekolah dengan menggunakan tas plastik? Gue bukan bermaksud untuk membela Oppa atau membenci para orang tua. Tapi alangkah lebih baik jika kita sama-sama sadar dengan kondisi masing-masing. Maka dengan begitu, perselisihan antara anak dan orang tua seperti yang di alami teman gue tidak akan terjadi.

Para anak, sebaiknya tidak hanya bisa menuntut  sesuatu yang neko-neko kepada orang tua. Mereka juga harus menghargai pendapat orang tua dan berbakti pada orang tua. Sebaliknya juga dengan orang tua, mereka juga harus peka akan kondisi anak, bersikap bijaksana serta mendukung aktivitas anak selagi itu masih dalam hal positif dan tidak menyimpang syariat agama. Jika semua paham akan hak dan kewajiban kita, maka selebihnya akan terasa indah. Dan anak-anak indonesia bisa berpikir maju untuk kemaslahatan bersama.

Buat Oppa, jangan sedih lagi. Oppa harus yakin badai pasti berlalu. Tidak ada di dunia ini yang tidak ingin melihat anaknya sukses. Coba dech Oppa bikin kejutan untuk orang tua Oppa, tunjukan rasa sayang Oppa pada mereka. Mungkin dengan begitu hati mereka akan luluh . Ok Oppa!!! :) Semangat!!! Semangat!!! we are children who love and obedience to parents, I love my father I love my mom, semanagt!!!



20 komentar:

  1. itu seperti yang saya alami.... orang tua saya malah tidak lulus SR, tahukan SR?

    tapi lama-kelamaan semakin bertambah usia mereka juga akan semakin memahami kita kok...

    BalasHapus
    Balasan
    1. SR (sekolah rakyat) . . .???? benar kagak . . .???

      semoga saja para orang tua indonesia semakin paham akan kondisi ini. aminnn,aminnn,aminnn. . .

      Hapus
  2. yah smg cepat selesai masalah temannya ya dek

    BalasHapus
    Balasan
    1. aminnnn . . . terima kasih ya mimi udah main ke blog aida hehehehe

      Hapus
  3. Sinna yang manis, tuh kan? Coba dech ikutan audisi cerita untuk remaja. Curhat-curhat semacam yang Sinna buat itu bisa dijadikan sebuah tulisan yang bagus lho. Yang lagi "nge-trend" menulis cerita ala "chiken soup" yaitu menulis cerita dimana sangat sedikit dialog-dialog, tapi seolah kita bercerita kepada pembaca. Tinggal di-vermak (hehehehe....emang LEVIS di vermak!!) disana-sini, jadi deh sebuah cerpen ala chiken-soup. Btw soal ortu gak semua yang pendidikannya MI/SD seperti itu pola pikirnya. Pembantu dirumah bunda yang hanya tamatan SD dia mau anaknya sekolah setinggi mungkin, dan salah satunya sudah D3. Hebat kan perjuangan ortu yang hany SD aja gak tamat. So tetap semangat ya, bilang sama your Oppa untuk tetap semangat.

    BalasHapus
    Balasan
    1. kalau menurut bunda tukisan aku udah layak untuk dikompetisikan, wah ak mau banget bunda . . . . hehehehehe

      Hapus
  4. Oppa, oppaa udah gede kuq malah udah tuwa panggilan nya, Oppa pasti bisa surive dan membutuhkan teman untuk bercerita, temanin dia mbak sin...ben agak legaan :D

    Cemunngguutt oppa :D *p nya 2 yaa

    BalasHapus
    Balasan
    1. iya iya mbak . . . terima kasih sudah mau main ke blog gue dan jangan kapok ya mbak . . . .??? hehehehe

      Hapus
  5. Sudah hukum alam dek, beda pendapat antara ortu dan anak. Itu dikarenakan gap usia yg sangat jauh. Jadi sabar aja, berusaha berkompromi dengan kata-kata yg baik, nanti akan ada solusinya kok.

    Salam dari pecangaan juga ya ^_^

    BalasHapus
    Balasan
    1. heem mbak bener banget sudah hukum alam . . . dari pecangaan ya . . .??? gue dari Troso hehehehehe

      Hapus
  6. semoga Oppa dapat mengatasi masalahnya dengan baik.....

    BalasHapus
    Balasan
    1. aminn terinakasih atas do'any ya . . . ??? terimakasih juga sudah mau main ke blognya aida :) jangan kapok ya :p

      Hapus
  7. Kunjungan Blogwalking...
    sukses selalu ya..

    senang berkunjung kemari
    Berkunjun juga Ke Blogku ya

    BalasHapus
    Balasan
    1. sipppp terima kasih ya sudah mau main ke blog gue . . . . :)

      Hapus
  8. Ketika mengeja kata demi kata, akhirnya hati saya tertambat di paragraf menjelang akhir. Saya setuju sekali, antara orangtua dan anak harus saling memahami, saling mengerti, saling menunaikan hak dan kewajiban masing2, ; yg satu menghormati sementara yg satunya menyayangi. Klop banget deh

    BalasHapus
    Balasan
    1. terima kasih ya mas Irhan sudah mau main ke blog ak yang masih amatir ini :) selanjutnya ak mohon bantuan ilmu jurnalistiknya kalau nemu tulisan ak yang kurang pas tolong dikomen lagi :)

      Hapus
  9. kunjungan gan .,.
    bagi" motivasi
    kesuksesan tidak akan mendatangi anda, kecuali anda mengejarnya.,.
    si tunggu kunjungan baliknya gan.,

    BalasHapus
  10. ya saya juga pernah mengalami tekanan semacam itu, tapi permasalahan seperti itu bisa saya bicarakan dan selesaikan bersama orang tua. :) keep smile buat opa..

    BalasHapus
    Balasan
    1. aku harap Oppa membaca semua komentar yang ada di tulisan ini. . . semoga ya, kalau kita semua menjadi orang tua nanti, kita bisa lebih bijaksana aammiinn . . . . (twingg, twingg *** gue masih 17th udah mikir gituan):p

      Hapus